Featured Post Today
Latest Post

PANDANGAN ISLAM TERHADAP TERORISME YANG TERJADI DI KANCAH DUNIA MODERN (TERORISME ATAUKAH KONSPIRASI?)

1.    Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui bersama  bahwa pada Era Milenium ini citra agama kian terpuruk, terlebih setelah tragedi serangan teroris 11 septemper 2001 silam terhadap pilar-pilar-pilar kekuasaan “sekuler” yaitu World Trade Center (WTC) dan Pentagon (Pemerintahan-militer Amerika). Ukuran keterpurukan ini tidak hanya berlaku di USA saja namun sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dalam hal ini Islam yang selalu di identikkan dengan teroris dan Penghalalan kekerasan.
Bagaimana kita menilai aksi bom bunuh diri dari sejumlah muda-mudi palestina (dengan keyakinan mati syahid) yang meluluh-lantakan ketegaran Israel kalau pembenarannya bukan berasal dari keyakinan religius. Bagaimana menjelaskan terkait tentang peledakan bom pada malam Natal 2000 di sejumlah tempat di Indonesia dan peledakan edan-edanan yang terjadi di Paddy’s Club dan Sari’s Club (Bali) 12 Oktober 2002 silam yang, paling tidak sampai saat ini terbukti demikian, dilakukan oleh sekelompok orang yang membawa-bawa atau dikaitkan dengan kegiatan keagamaan tertentu (Jamaah Islamiyah)? Tidak begitu mengherankan kalau sebagian besar dari kita di satu sisi merasa kasihan dengan ‘nasib’ agama yang terus menerus di salahgunakan, menjadi tunggangan nafsu partai-partai politik untuk melanggengkan kekuasaan, atau untuk merebut kekuasaan, di sisi lain merasa terancam dengan keganasan segelintir penganut agama yang dengan entengnya menghabisi nyawa ratusan bahkan ribuan orang dengan mengibarkan panji-panji atau menyerukan ayat-ayat keyakinan religius mereka. Bagaimana kita mengaku diri beragama, kalau kita sendiri tidak mau menjernihkan image agama yang selalu di “identikkan dengan Kekerasan dan Terorisme”? Apakah memang ini peranan agama dalam arena publik modern di Era Milenium yang baru? Bagaimana gejala ini bisa diterangkan?.
Berangkat dari sejumlah keprihatinan di atas, Perlu bagi kita mengetahui dan menjelaskan pandangan Islam tentang teroris dengan berpijak pada titik-titik persamaan dalam defenisi dari istilah yang ada dan memberikan sejumlah poin-poin utama pengertian teroris dalam perspektif Islam dan untuk melihat fakta-fakta sosial (termasuk politik) dari agama-agama dalam kancah arena dunia modern. Intinya studi penelitian ini bukan hanya membuktikan Islam bukan hanya agama anti teror dan terorisme, bahkan Islam adalah agama yang matang dalam memerangi dan menghadapi terorisme.
2.    Rumusan Masalah
1)      Mengapa Islam selalu dituding atau diidentikkan dengan kekerasan dan Terorisme?
2)      Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang definisi dan makna teroris dan terorisme.
3)      Apakah Islam benar-benar agama yang mengajarkan kekerasan dan terorisme ataukah hanya Konspirasi untuk menjatuhkan Islam?
4)      Bagaimana pengaruh Terorisme terhadap Islam.
5)      Bagaimana peran Islam dalam menghadapi tudingan dari non muslim yang ada di ranah International?
3.    Batasan Masalah
1)      Terorisme dan Konspirasi.
2)      Pandangan Islam terhadap Terorisme dan pengaruhnya.
3)      Peran Islam dalam menghadapi terorisme.
4.    Tujuan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini kita berharap bahwa masyarakat bisa memahami definisi teroris dan terorisme dalam pandangan islam melalui persamaan-persamaan yang ada dalam pendefinisiannya, masyarakat bisa mengetahui perkembangan terorisme dan pengaruh-pengaruhnya dapat di minimalisir, serta diharapkan juga dapat mengetahui bagaimana tindakan preventif dan penanganan yang paling tepat terhadap ancaman terorisme dalam perspektif Islam.
5.    Manfaat Penelitian
1)      Masyarakat bisa lebih mengetahui perbedaan antara Terorisme dan Konspirasi yang bertujuan untuk menjatuhkan Islam.
2)      Dengan adanya penelitian ini hendaknya kita selaku umat muslim bisa mengokohkan tali silaturrahmi sesama saudara seiman sehingga tidak mudah dipecah belah oleh orang-orang yang membenci syari’at Islam.
6.    Kerangka Teori
Untuk memecahkan suatu masalah dengan jelas dan sisitematis, dibutuhkan teori-teori sebagai landasan dan kerangka berpikir. Teori berguna sebagai pendukung  pemecahan masalah.
Menurut Kerlinger (dalam Rakhmat, 2007:6), teori adalah himpunan konstruk
(konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
6.1.   Definisi Terorisme
Teror secara etimologi berasal dari kata “terrour” (Inggris Tengah), “terreur” (Prancis Lama), “terror” (Latin) yang artinya untuk menakuti. Dalam beberapa ensiklopedia teror didefinisikan rasa takut atau perasaan yang sangat tidak tenang; suatu emosi yang dialami sebagai antisipasi dari suatu rasa sakit atau bahaya.
Sebenarnya istilah “terorisme” dan “teror” mempunyai akar-akar revolusi Prancis. “Terorisme” didefinisikan Suplemen Dictionanaire d’Academie Francaise pada 1798 sebagai systeme, regime de la terreur”. Sebelumnya, kamus bahasa Prancis yang diterbitkan pada1796 menyatakan, kelompok Jacobin menggunakan istilah “terorisme” dalam pengertian positif ketika menyebut tindakan-tindakan teror mereka, tapi sejak masa Thermidor kesembilan, kata “teroris” menjadi istilah pejoratif yang sering dikaitkan dengan dunia kriminal. Selanjutnya, kata “terorisme” digunakan untuk menunjuk hampir seluruh bentuk aksi kekerasan.
Mengenai pengertian yang baku dan definitive dari apa yang disebut dengan Terorisme itu, sampai saat ini belum ada keseragaman. Menurut Prof. M. Cherif Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut. Oleh karena itu menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan pandangan yang subjektif. Tidak mudahnya merumuskan definisi Terorisme, tampak dari usaha Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan membentuk Ad Hoc Committee on Terrorism tahun 1972 yang bersidang selama tujuh tahun tanpa menghasilkan rumusan definisi. Pengertian paling otentik adalah pengertian yang diambil secara etimologis dari kamus dan ensiklopedia. Dari pengertian etimologis itu dapat diintepretasikan pengembangannya yang biasanya tidak jauh dari pengertian dasar tersebut.
Menurut konsep dan perkembangan historis lebih lanjut tentang “teror” dan“terorisme”, Azyumardi Azra menjelaskan beberapa masalah pokok disekitar masalah itu.Pertama, “terorisme” merupakan masalah moral yang sulit. Inilah salah satu alasan pokok terjadinya kesulitan mendefinisikannya karena istilah ini sering didasarkan pada asumsi bahwa sejumlah tindakan kekerasan – khususnya menyangkut politik (political violence) – adalah justifiable dan sebagian lagi unjustifiable. Kekerasan yang dikelompokkan ke dalam bagian terakhir inilah yang sering disebut sebagai “teror” atau “terorisme”.
Menurut Loudewijk F. Paulus karakteristik  terorisme dapat ditinjau dari dua karakteristik, yaitu: Pertama, karakteristik organisasi yang meliputi: organisasi, rekrutmen, pendanaan dan hubungan internasional. Karakteristik Operasi yang meliputi: perencanaan,waktu, taktik dan kolusi. Kedua, karakteristik perilaku: motivasi, dedikasi, disiplin, keinginan membunuh dan keinginan menyerah hidup-hidup. Karakteristik sumber daya yang meliputi:latihan/kemampuan, pengalaman perorangan di bidang teknologi, persenjataan, perlengkapan dan transportasi. Motif Terorisme, teroris terinspirasi oleh motif yang berbeda. Motif terorisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: rasional, psikologi dan budaya yang kemudian dapat dijabarkan lebih luas menjadi: membebaskan tanah air dan memisahkan diridari pemerintah yang sah (separatis).
6.2.   Teori Konspirasi
Menurut bahasa Konspirasi berarti pengkomplotan atau persekongkolan. Kejahatan terorisme termasuk dalam kategori teori konspirasi. Menurut Bill, Teori konspirasi yaitu teori yang menjelaskan penyebab tertinggi dari satu atau serangkaian peristiwa (pada umumnya peristiwa politik, sosial, atau sejarah) adalah suatu rahasia, dan seringkali memperdaya, direncanakan diam-diam oleh sekelompok organisasi rahasia, orang-orang atau organisasi yang sangat berkuasa atau berpengaruh. Banyak teori konspirasi yang mengklaim bahwa peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah telah didominasi oleh para konspirator belakang layar yang memanipulasi kejadian-kejadian politik. Penganut teori ini terbagi menjadi dua kelompok utama. Kelompok pertama adalah mereka hanya percaya segala sesuatu terjadi bila ada fakta, argumentasi yang kuat, kelompok kedua yaitu merekayang menganggap segala sesuatu yang terjadi sudah direncanakan seringkali dihubungkan dengan mitos, legenda dan supranatural.
Teori konspirasi merupakan indikasi yang sangat substansial, seperti yang di jelaskan oleh Mathias Brockers dalam bukunya Konspirasi, Teori teori Konspirasi & Rahasia sebagaimana yang dipaparkan sebagai berikut :
“Teori-teori konspirasi adalah dugaan tentang konspirasi yang sebenarnya atas dasar indikasi, saat muncul kecurigaan atau adanya petunjuk. Jika teori konspirasi diperkuat oleh suatu bukti yang definitif. karena itu, konspirasi yang riil ada, berumur panjang sama seperti halnya teori konspirasi yang tidak bisa dibuktikan”.
   Dugaan-dugaan yang kuat dan tidak adanya suatu bukti yang nyata merupakan konspirasi kecuali bukti itu diperkuat oleh suatu kenyataan. Seperti tanggal kejadian WTC 11 September 2001 yang sebenarnya menurut ahli pakar teori konspirasi tanggal kejadian tersebut adalah 11.9.2001 dan 11 + 9 + 2 + 0 + 0 + 1 = 23!. Kasus ini sangat jelas sekali, trilogi roman Illuminatus karya Robert A. Wilson dan Robert Shea pertengahan tahun 70an sudah mengindikasikan hubungan tidak masuk akal angka 23 dengan fenomena yang bersifat konspiratif, angka 23 juga merupakan lambang kaum Illuminati, konspirator dunia yang misterius.
Faktor-faktor yang mendasari dan yang paling dominan adanya terorisme adalah karena faktor politik karena hal tersebut merupakan faktor terpenting dalam dunia internasional. Hal tersebut juga adanya keinginan dalam mementingkan kepentingan sendiri dan ingin merebut alih kekuasaan dunia. Maka teori konspirasilah yang akan berperan dengan mengadu domba mengatasnamakan “teroris”. Tindak terorisme ini tergolong dalam teori konspirasi, karena kasus terorisme ini, direncanakan diam-diam oleh sekelompok, organisasi rahasia, orang-orang atau organisasi dimana dalam kasus terorisme ini pelaku sudah merencanakan terlebih dahulu tindakannya tersebut secara diam-diam. Akibat dari timbulnya tindak terorisme yaitu banyaknya orang-orang yang menjadi korban, Kerusakan gedung-gedung serta fasilitas umum, timbulnya saling curiga antara agama satu dengan agama lain, negara satu dengan negara lain, dan lain-lainnya.
7.    Metode Penelitian
Dalam proses penelitian menggunakan metode heuristic. Metode heuristic adalah proses pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dalam melakukan kegiatan penelitian. Penelitian ini akan mengandalkan data sekunder melalui studi kepustakaan yang diharapkan dapat mempelajari kasus terorisme secara teoritis maupun empiris. Melalui penelitian ini juga diharapkan munculnya pandangan teoritis baru maupun yang bersifat elektik. Sumber-sumber-sumber data ini berupa buku, jurnal, artikel, dan penerbitan-penerbitan lainnya.
Data-data tersebut akan digunakan untuk melihat pandangan-pandangan Islam mengenai terorisme. Wilayah penelitian, survei dan observasi dilakukan di Perpustakaan dan Media Internet.


Daftar Pustaka
Mathias Brockers.Konspirasi, Teori-teori Konspirasi & Rahasia. Jakarta: Ina Publikatama. 2003. Hal. 75 dan76

M. Hilaly Basya. Amerika Perangi Teroris Bukan Islam. Jakarta: Center For Moderate Moslem (CMM). Juli2004. Hal. 33 dan 34

Abdul Wahid. Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Bandung: PT Refika Aditama.2004. Hal. 33

Martin Woollacott “Don’t criticize religion for killings done in God’s name” Jakarta Post, Monday, December 9, 2002, p. 6


0 comments

Skype

My status

My Contact


Spinning icons by Latest Hack
 
Support : Creating Website | Anas TS | Anas TS
Copyright © 2011. Pustaka Si Lebah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Anas TS
Proudly powered by Blogger